Sabtu, 15 Mei 2010

REFORMASI PENDIDIKAN
Internalisasi Nilai-Nilai Islam dalam Membangun Karakter Anak Usia Dini

A. Pendahuluan
“jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar, atau menjadi pendengar. Dan, jangan menjadi kelompok keempat, yang tidak memiliki aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni, tidak mengajar, tidak belajar, serta enggan pula untuk mendengar”. (H. Mas’oed Abidin).
Kesadaran akan kebutuhan pendidikan kini cenderung meningkat. Pendidikan secara universal dapat dipahami sebagai upaya pengembangan potensi kemanusiaan secara utuh dan penanaman nilai-nilai sosial budaya yang diyakini oleh masyarakat akan dapat mempertahankan hidup dan kehidupan secara layak. Secara sederhana pendidikan dapat dipahami sebagai suatu proses yang diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam mengembangkan manusia.
Dewasa ini penyelenggaraan pendidikan anak usia dini mendapat perhatian khusus baik dari pemerintah maupun pemerhati pendidikan. Pendidikan anak usia dini sangat penting, mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar seseorang terbentuk pada rentang usia ini, sehingga usia dini sering disebut sebagai the golden age (usia emas).
Agar pendidikan anak usia dini memenuhi hak-hak anak, maka diperlukan sebuah kurikulum yang beragam yang dapat mengembangkan segala potensi anak. Potensi-potensi tersebut harus dikembangkan secara seimbang tidak saja pada kecerdasan intelektual (IQ) tetapi juga kecerdasan emosional (EQ) serta kecerdasan spiritual (SQ).
Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional semata tidak akan membawa anak kelak dikemudian hari berhasil dalam kehidupanya, namun harus dibarengi dengan pemahaman agama Islam (Kecerdasan Spiritual SQ) yang memadai yang akan membawa anak seimbang kepribadiannya dan berhasil dalam kehidupanya kelak.
Makalah ini mencoba menyuguhkan beberapa pilihan pendekatan pembelajaran khususnya untuk memaksimalkan kecerdasan spiritual (SQ) pada anak usia dini. Secara rinci diuraikan mengenai periode emas anak, anak sebagai amanat, kecerdasan IQ, EQ dan SQ serta Teknologi Otak, Pengembangan moral dan nilai agama, jenis permainan yang disyariatkan, manfaat permainan bagi anak, dan pembinaan kepribadian pada anak.
B. Pembahasan
1. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Internalisasi dimaknai dengan penghayatan; penguasaan secara mendalam lewat penyuluhan , penataran dsb. Sedangkan Nilai-Nilai Keagamaan dijelaskan sebagai konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok di kehidupan keagamaan yang bersifat suci, sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan. Sedangkan Karakter dimaknai sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Jadi makna Internalisasi nilai-nilai Islam dalam membangun karakter anak usia dini adalah proses penghayatan atau penguasaan secara mendalam tentang nilai-nilai Islam yang dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku keagamaan melalui pendidikan dan pengajaran sehingga memiliki sifat-sifat kejiwaan dan akhlak serta budi pekerti yang berkontribusi positif dalam kehidupannya.
2. Periode Emas Anak (golden ege)
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004) .
Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewatkan berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk anak usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak
3. Anak sebagai Amanat
Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya, kewajiban orang tua memberikan pendidikan kepada anak merupakan urusan yang sangat berharga dan menempati prioritas tertinggi. Kalbu seorang anak yang masih bersih bak permata yang tak ternilai harganya, bila ia dididik dan dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik, sebaliknya bila ia dididik dan dibiasakan dengan perbuatan jelek, maka ia akan menjadi orang yang merugi dan celaka dunia akhirat.
Menurut pandangan Islam mengenai hak anak dalam mendapatkan pendidikan sebetulnya terkait erat dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Orang tua berkewajiban memberikan perhatian kepada anak dan dituntut untuk tidak lalai dalam mendidiknya. Jika anak merupakan amanah dari Allah SWT, maka otomatis mendidiknya termasuk bagian dari menunaikan amanah-Nya. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk khianat terhadap amanah Allah SWT (QS. An-Nisa: 58).
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Sebagaimana mengenai pentingnya menunaikan "amanah" dipertegas juga dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Buhari:
"Barangsiapa diberi amanah oleh Allah, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya ia dalam keadaan mengkhinati amanahnya, niscaya Allah mengharamkan surga baginya".
Dari riwayat lain, Ibnul Qayyim berkata,
"Barangsiapa yang melalaikan pendidikan anaknya serta meninggalkannya secara sia-sia, berarti ia telah berbuat yang terburuk".

4. Kecerdasan IQ, EQ dan SQ serta Teknologi Otak
Inteligensi merupakan sebuah konsep abstrak tentang kemampuan manusia. Menurut Thurstone Inteligensi (IQ) pada dasarnya terdiri dari 7 kemampuan primer yang dapat dibedakan dengan jelas yaitu: 1) pemahaman verbal, 2) kefasihan menggunakan kata, 3) kemampuan bilangan, 4) kemampuan ruang, 5) kemampuan mengingat, 6) kecepatan pengamatan, dan 7) kemampuan penalaran.
Pandangan lama mempercayai bahwa tingkat kecerdasan intelektual merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mencapai prestasi belajar dan kesuksesan hidup. Akan tetapi menurut pandangan kontemporer kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual melainkan juga kecerdasan emosional (EQ). Secara rinci Daniel Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional (EQ) atas lima komponen: 1) mengenali emosi, 2) mengelola emosi, 3) motivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan. Mencermati kelima komponen tersebut dapat dipahami bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan untuk kesuksesan hidup.
Temuan yang paling mutahir mengenai kecerdasan manusia adalah Kecerdasan Spiritual (SQ) oleh Danah Zohar dan Ian Marshall. Kecerdasan Spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Lebih lanjut Zohar menjelaskan bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi, serta merupakan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dari segi kekayaan jiwa dan imajinasinya.
Tentang teknologi otak terdapat riset oleh Andrew Newberg dan Eugene D’Aquili yang meneliti neurobiology spiritualitas, serta riset James Austin menunjukan titik temu, bahwa spiritualitas dan kecenderungannya manusia untuk menjadi manusia spiritualitas ternyata merupakan bawaan (nature) yang sengaja disiapkan oleh sang pencipta. Peneliti Ramachandran tentang otak menyebut adanya daerah tertentu otak (lobus temporalis) yang fungsinya berkaitan dengan kegiatan spiritualitas dan disebutnya sebagai “Got Spot” (Titik Tuhan) karena daerah ini akan terangsang dengan memunculkan pengalaman mistis.
Taufik Pasiak ahli anatomi system saraf otak, menguraikan bahwa di bagian otak (hippocampus) yang ada pada bagian pusat dari penampang otak adalah system yang paling berperan dalam mengurus spiritualitas.
Dari uraian para ahli tentang teknologi otak, ternyata terdapat bagian otak yang mengurus perihal kecerdasan spiritualitas, dan kecerdasan tersebut merupakan bawaan (nature) yang dengan sengaja diberikan Tuhan kepada manusia. Sesungguhnya Allah sendiri telah menguji kecerdasan spiritual yakni seperti dijelaskan pada (QS. Al-A’raaf : 172)
Artinya : Ketika Aku menciptakan anak cucu Adam, Aku mengambil kesaksian (membuat perjanjian) dengan jiwa mereka; “Bukankah Aku ini Tuhanmu?’. Berkatalah (sang jiwa); ‘Ya” (Engkaulah Tuhan kami), dan (kami) memegang penyaksian ini hingga hari kiamat nanti.

5. Pengembangan Moral dan Nilai Agama
H. Mas‘oed Abidin dalam tulisannya “ Mengembangkan Moral dan Nilai-Nilai Agama Islam pada Pendidikan Anak Usia Dini” menjelaskan upaya yang mesti dilakukan untuk pembelajaran anak usia dini yakni: 1) Pendidikan dengan nuansa surau, 2) Mengajak, mendidik, dan mengamalkan Islam, dan Meneladani pribadi Nabi Muhammad SAW. Upaya-upaya tersebut penjelasanya adalah:
a) Pendidikan dengan Nuansa Masjid/Surau
Masjid dan Surau adalah suatu institusi yang khas bagi umat masyarakat Islam, fungsinya bukan hanya sekedar sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai tempat melaksanakan pendidikan bagi anak-anak. Terdapat enam unsur yang perlu diperhatikan untuk membentuk anak menjadi mandiri dan berprestasi dalam pendidikan bernuansa surau antara lain: 1) Iman, 2) Ilmu, 3) Kerukunan, Ukhuwah dan Interaksi, 4) Akhlaq, Moralitas sebagai Kekuatan Ruhiyah, 5) Sikap Gotong-royang (Ta‘awun), dan 6) Menjaga lingkungan sebagai Sosial Capital, menerapkan Teknologi.
b) Mengajak, Mendidik dan Mengamalkan Islam
Peran guru dalam mendidik anak usia dini adalah ibarat memberikan tetesan air di padang gersang, yang akan memberikan harapan kesejukan. Tugas guru semestinya dilaksanakan dengan penuh keikhlasan sebagai suatu pengabdian mulia yang hanya mengharapkan keridhoan Allah semata.
Keikhlasan yang diberikan guru akan membentuk umat jadi pintar, beriman, berahklaq, berilmu, beramal baik, membina diri, kemaslahatan umat dan keluarga, menjadi panutan, ibadahnya teratur, shaleh pribadi dan sosial, beraqidah tauhid yang shahih dan istiqomah.
c) Meneladani Pribadi Nabi Muhammad SAW
Para Guru hendaknya dalam keseharian dalam pembelajaran selalu meneladani kehidupan Nabi yakni: Akhlaq Islami, Aqidah Tauhid yang shahih, kesalehan dan keyakinan kepada hari akhirat. Dalam Surat Al Ahzab ayat 21 dijelaskan :
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Tidak diragukan lagi bahwa guru muslim yang punya kepribadian baik serta uswah hidup yang terpuji akan mampu melukiskan kesan positif dalam diri anak. Alat teknologi modern tidak akan pernah mampu mengambil alih peranan guru dalam pematangan sikap pribadi anak. Sifat-sifat guru yang dituntut bagi anak usia dini adalah memiliki sifat jujur, menepati janji dan amanah, ikhlas dalam perkataan dan perbuatan, merendah diri (tawadhu‘), sabar, tabah, cekatan, lapang dada, pemaaf dan toleransi, menyayangi murid dan mengutamakan kepentingan orang banyak dengan sikap pemurah dan berani bertindak.
6. Jenis Permainan yang disyariatkan
Sebagian besar ahli pendidikan telah bersepakat tentang pentingnya bermain, serta peranannya dalam menumbuhkan potensi anak baik jasmani, intelektual, tingkah laku maupun sosial. Dalam bidang pengembangan intelektual anak, hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak kecil yang memiliki kesempatan untuk bermain, pertumbuhan intelektualnya lebih cepat dan lebih berkembang daripada mereka yang tidak diberi kesempatan dan peluang. Jenis permainan yang dipandang Islami yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan memperhatikan hukum-hukum syara.
Secara rinci jenis-jenis permainan tersebut antara lain :
a. Meloncat-loncat atau menari, jenis permainan ini kususnya untuk anak laki-laki, Rasulullah saw melakukan bermain dan menari dengan tombak pada acara hari raya dan pada kesempatan-kesempatan tertentu. Rasulullah saw melakukan jenis permainan ini di masjid. Permainan ini mengandung unsur kejantanan dan kepahlawanan.
b. Berlari-lari, Rasulullah saw pernah melakukan bersama Siti Aisyah pada saat melakukan perjalanan. Telah disebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah membariskan putra-putra Abbas r.a., mendorong mereka untuk berlomba saling mendahului, lalu beliau meberikan hadiah. Permainan ini untuk membangkitkan semangat bersaing dengan sehat diantara anak-anak. Saling memberi hadiah mempunyai pengaruh yang baik terhadap anak.
c. Piknik/Karya Wisata, permainan ini sangat baik bagi anak-anak dengan tujuan agar anak mengenal dunia sekelilingnya. Hal lain anak-anak akan merasa senang dan gembira dengan piknik, disisi lain akan meningkatkan kepekaan sosial, kebersamaan, kekompakan, peka terhadap lingkungannya.
d. Menulis, Berenang dan Memanah Rasulullah saw bersabda, “Hak anak dari seseorang ayahnya ialah hendaknya ayah mengajarkannya menulis, berenang dan memanah, dan memberi rizki yang halal.” (HR at-Tirmidzi). Menulis, berenag dan memanah merupakan tiga jenis permainan yang intinya mengembangkan keseimbangan perkembangan otak kiri dan otak kanan. Menulis, berenang dan memanah adalah suatu kegiatan motorik kasar dan berinteraksi langsung dengan kemampuan otak kiri dan otak kanan.
e. Bermain boneka, Siti Aisyah r.a pada masa kecilnya memiliki mainan yaitu boneka kuda-kudaan, dan Rasulullah tidak melarangnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Berdasarkan hadits memberikan mainan berupa boneka tidak dilarang, orang tua hendaknya memilihkan mainan boneka khususnya untuk anak-anak perempuan.
f. Bermain Ayun-ayunan, Permainan tersebut termasuk permainan yang diperbolahkan dan pernah ada pada masa Rasulullah saw. Dalam satu riwayat yang diterangkan oleh Imam Baihaqi dinyatakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah bermain ayun-ayunan sebelum Nabi saw. tidur bersama dengannya. Jenis permainan ini khususnya untuk anak laki-laki.
g. Bermain Pasir, jenis permainan ini adalah jenis permainan yang sangat disukai anak-anak tanpa rasa bosan. Jenis permainan ini termasuk permainan yang diperbolehkan secara syariat. Ada satu riwayat bahwa Rasulullah saw. Melewati anak-anak yang sedang bermain-main dengan pasir, sebagian sahabat mencoba melarang mereka, lalu Rasulullah saw. Mengatakan: “Biarkan mereka, karena pasir adalah temannya anak-anak”.
h. Melukis/Mewarnai, termasuk juga yang diperbolehkan yang penting yang dilukis adalah mahluk tidak bernyawa.
Berdasarkan uraian diatas bahwa jenis permainan yang disyariatkan oleh Islam ternyata banyak pilihan dan banyak pula manfaatnya bagi perkembangan kecerdasan anak. Jenis-jenis permainan tersebut anak akan berkembang seluruh potensinya, disamping memenuhi kegemaran atau kegembiraannya sewaktu bermain. Dengan bermain anak akan merasakan suasana bebas, lepas dari suatu tekanan-tekanan tertentu.
7. Manfaat dan nilai-nilai permainan bagi Anak
Bermain bagi anak adalah sesuatu yang sangat menyenangkan, dan anak tidak akan pernah bosan dengan permainannya. Bermain bagi anak memiliki manfaat dan nilai-nilai. Manfaat dan nilai-nilai tersebut antara lain :
a. Nilai-nilai Jasmaniah (fisik)
Permainan yang efektif merupakan suatu yang mendesak bagi pertumbuhan otot-otot anak. Melalui permainan ini anak akan belajar berbagai ketrampilan.
b. Nilai Pendidikan
Melalui permainan anak akan belajar mengenal banyak hal tentang berbagai peralatan. Ia juga akan belajar mengenal berbagai bentuk dan warna serta mengenal ukuran. Melalui hal ini seringkali anak akan juga memperoleh berbagai informasi yang tidak bisa ia dapatkan melalui sarana lain.
c. Nilai Kemasyarakatan (sosial)
Melalui permainan ini, anak akan belajar bagaimana membangun hubungan sosial kemasyarakatan dengan orang lain dan bagaimana berinteraksi dengan mereka secara baik. Ia juga bisa belajar bekerjasama dan bergaul dengan orang dewasa dengan cara memberi dan menerima.
d. Nilai Akhlak (moral)
Melalui permainan ini anak bisa belajar dasar-dasar konsep salah dan benar, sebagaimana juga ia belajar mengenai sebagian dari timbangan-timbangan akhlak, seperti keadilan, kejujuran, amanah, menahan diri, serta spirit sportifitas.
e. Nilai Kreativitas (Inovasi)
Melalui permainan anak juga bisa mengekspresikan potensi-potensi kreativitasnya serta mengeksperimenkan gagasan-gagasan yang dimilikinya.
f. Nilai Personalitas
Melalui permainan, anak juga bisa menyingkap banyak hal mengenai personalitas dan identitas jati dirinya, seperti mengetahui kemampuan dan kecakapannya dengan cara berinteraksi dengan teman-teman lain dan membandingkan mereka dengan dirinya. Disamping itu anak juga bisa belajar berbagai persoalannya dan bagaimana cara mengatasinya.

g. Nilai Kuratif
Melalui permainan, seorang anak bisa melenyapkan ketegangan yang justru akan melahirkan berbagai keterbelakangan. Oleh karena itu kita temukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang penuh dengan belenggu, perintah dan larangan akan melakukan kegiatan permainan yang lebih banyak daripada anak-anak yang lainya. Permainan juga menjadi salah satu sarana terbaik untuk menghilangkan rasa permusuhan.
8. Pembinaan Kepribadian pada Anak
Kepribadian yang seimbang mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan individu anak. Kepribadian ini tidak akan sempurna kecuali jika diarahkan, dibina dan dibimbing dari segala aspeknya. Secara lengkap aspek-aspek kepribadian yang dibina antar lain:
a. Pembinaan Aqidah : Mengajarkan anak dengan Kalimat Tauhid, Mencintai Allah, dan merasa diawasi oleh-Nya, Menanamkan kecintaan terhadap Nabi, Mengajarkan Al Qur’an, dan Menanamkan kerelaan berkorban.
b. Pembinaan Ibadah : Mengajarkan Shalat, Mendatangi Masjid/Surau, Membelajarkan Puasa, Membelajarkan Haji, dan Membelajarkan Zakat
c. Pembinaan Kemasyarakatan : Mengajak anak mendatangi majlis, Menyuruh anak melaksanakan tugas rumah, Membiasakan mengucapkan salam, Menjenguk anak yang sakit, dan Menghadiri acara perayaan atau hari besar agama.
d. Pembinaan Moral : Mengajarkan Adab Sopan Santun, Mengajarkan Kejujuran, Mengajarkan Menjaga Rahasia, Mengajarkan Menjaga Amanah, dan Mengajarkan lapang dada, Tidak mendengki.
e. Pembinaan Perasaan : Ciuman kasih sayang kepada anak-anak, Bermain dan bercanda, Hadian dan penghargaan, Membelai kepala anak, Menyambut akan dengan baik, dan Mencari tahu keadaan anak dan menanyakanya
f. Pembinaan Jasmani : Berenang, Berlari, Melompat, dan Perlombaan
g. Pembinaan Intelektual : Menanamkan kecintaan terhadap ilmu, Tugas hafalan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, Mengajarkan Bahasa Asing, Membimbing anak sesuai dengan keahlianya, dan Pemanfaatan perpustakaan
h. Pembinaan Kesehatan : Berenang, Bermain, Memotong Kuku, Bersiwak, Membiasakan Berdo’a ketika makan dan minum, Tidur berbaring pada sisi kanan dan Tidur sesudah Isya’, dan Pengobatan alami/Herbal yang disunahkan Nabi saw.
C. Penutup
Reformasi pendidikan kususnya dengan Internalisasi nilai-nilai Islam dalam pendidikan anak usia dini menjadi sangat strategis, karena merupakan proses penghayatan atau penguasaan secara mendalam tentang nilai-nilai Islam yang dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku keagamaan melalui pendidikan dan pengajaran.
Internalisasi atau penghayatan/penguasaan nilai nilai islam dapat dimulai dengan jenis-jenis permainan yang sudah disyariatkan oleh Nabi Muhammad saw., yang penting orang tua mengawasi jenis-jenis permainan yang dilakukan anak, karena setiap jenis permainan akan memiliki dampak pada perkembangan kejiwaan anak dikemudian hari.
Untuk itu sebagai guru ataupun orang tua juga harus membekali pada pembinaan kepribadian anak tentang aqidah, ibadah, hubungan kemasyarakatan, moral, perasaan (kepekaan rasa), kesehatan jasmani, intelektual dan kesehatan anak. Pendidikan aqidah dan akhlaq, membawa umat kepada bertaqwa. Janji Allah SWT sangat tepat. (QS. 7 Al-A’raaf : 96)
Artinya: ” apabila penduduk negeri beriman dan bertaqwa dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi.“

Sehingga anak dikemudian hari akan seimbang perkembangannya baik kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) maupun kecerdasan spiritualnya (SQ). Dan pada akhirnya anak siap mengadapi dunianya baik berupa tantangan maupun peluang dalam kehidupanya.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan Shalih Baharits, Adnan (1990), Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak Laki-Laki. Jakarta: Gema Insani Press
Muhammad Suwaid, (2009), Mendidik Anak Bersama Nabi, Surakata: Pustaka Arafah
Nurani Sujiono, Yuliani, (2009), Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Indeks
Muhaimin, (2008). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset
Amir Faisal, Yusuf, (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Gema Insani Press
Pasiak, Taufik, (2007). Brain Management for Self Imrovement. Bandung: Mizan Media Utama
Mar’at, Samsunuwiyati, (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Desmita, (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Pratisti, Wiwien Dinar, (2008). Psikologi Anak Usia Dini. Jakarta : Indeks
Al Qur’an Digital Versi 2.1. Modified 3 Agustus 2004
http://www.pnfi.depdiknas.go.id, H. Masoed Abidin, Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama Islam pada Pendidikan Anak Usia Dini, diunduh, 18 Februari 2010
http://sofyanpu.blogspot.com, Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd, Pembelajaran nilai-etika untuk Anak Usia Dini, diunduh, 18 Februari 2010
http://is-is.facebook.com, Wasmin, Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini, diunduh, 18 Februari 2010

Selasa, 06 April 2010

SERBA-SERBI NGELMU

SERBA-SERBI NGELMU

PRINSIP PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI


1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan merupakan kegiatan universal yang ada dalam kehidupan manusia, di manapun di dunia terdapat masyarakat, di sanalah terdapat pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat menyebabkan adanya perbedaan penyelenggaraan termasuk perbedaan sistem pendidikan.
Salah satu aspek penting dalam pendidikan adalah proses pembelajaran. Aspek ini seringkali memang menjadi fokus penting dalam pendidikan. Namun demikian, pembelajaran yang selama ini sudah dan sedang dilakukan, belum menyentuh substansi serta harapan yang ingin dicapai. Pembelajaran yang dilakukan hanya merupakan pembelajaran asal-asalan yang tidak mempunyai dasar pijakan yang kuat, sehingga pembelajaran tidak memenuhi harapan, dan menghasilkan output dengan mutu yang tidak baik pula.

1. PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Prinsip
Prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak.
2. Belajar
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; Berlatih; Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar, perbuatan mempelajari.[1]
Jadi Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran adalah pola dasar pefikir atau bertindak dalam rangka proses mencari ilmu dan pengalaman untuk terjadinya perubahan tingkah laku.
B. Teori Belajar
1. Teori Disiplin Mental
Sebelum abad ke-20, telah berkembang beberapa teori belajar, salah satunya adalah teori disiplin mental. Teori belajar ini dikembangkan tanpa dilandasi eksperimen, dan ini berarti dasar orientasinya adalah “filosofis atau spekulatif”. Tokoh teori disiplin mental adalah Plato dan Aristoteles. Teori disiplin mental ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa harus didisiplinkan atau dilatih.[2]
2. Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.
Beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:
a. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil
b. Bersifat mekanistis
c. Menekankan peranan lingkungan
d. Mementingkan pembentukan reaksi atau respons
e. Menekankan pentingnya latihan
Ada beberapa teori belajar yang termasuk pada rumpun behaviorisme ini, antara lain:
a. Teori Koneksionisme
Menurut teori belajar ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama.
Selanjutnya, dalam teori koneksionisme dikemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1) Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Dimana hubungan antara stimulus dan respons akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu. Implikasi praktis dari hukum ini adalah, bahwa keberhasilan belajar seseorang sangat tergantung dari ada atau tidak adanya kesiapan.
2) Hukum Latihan (Law of Exercise)
Hukum ini menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons. Implikasi dari hukum ini adalah makin sering suatu pelajaran diulang, maka akan semakin dikuasainya pelajaran itu.
3) Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum ini menunjuk kepada kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya. Implikasi dari hukum ini adalah apabila mengharapkan agar seseorang dapat mengulangi respons yang sama, maka harus diupayakan agar menyenangkan dirinya,
b. Teori Pengkondisian (Conditioning)
Teori pengkondisian (conditioning) merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme. Tokoh teori ini adalah Ivan Pavlov (1849-1936). Ia adalah ahli psikologi-refleksologi dari Rusia.
c. Teori Penguatan (Reinforcement)
Kalau pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan yang dikondisi atau diperkuat adalah responsnya. Seorang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak tersebut akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi.

d. Teori Operant Conditioning
Psikologi penguatan atau “operant conditioning” merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme dan “conditioning”. Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses “conditioning” yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku adalah karena adanya hubungan antara stimulus dengan respons.
3. Teori Cognitive Gestalt-Filed
Teori kognitif dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif. Menurut teori ini, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight”, yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan.
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental. Rumpun psikologi Gestalt bersifat molar, yaitu menekankan keseluruhan yang terpadu, alam kehidupan manusia dan perilaku manusia selalu merupakan suatu keseluruhan, suatu keterpaduan.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah:
a. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
b. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.
c. Belajar berkat insight
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta.
d. Belajar berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu.


C. Prinsip-Prinsip Pengajaran
Tugas guru mengelola pengajaran dengan lebih baik, efektif, dinamis, efisien, ditandai dengan keterlibatan peserta didik secara aktif, mengalami, serta memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Ada beberapa prinsip pengajaran diantaranya adalah:
1) Prinsip Aktivitas
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan.
2) Prinsip Motivasi
Motivasi berasal kata motive–motivation yang berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik). Motif atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan, merupakan suatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa, yang mendorongnya untuk berbuat dalam mencapai suatu tujuan.
3) Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu)
Setiap manusia adalah individu yang mempunyai kepribadian dan kejiwaan yang khas. Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas sangat penting diperhatikan karena:
a. Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
b. Setiap individu berbeda cara belajarnya
c. Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda
d. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda
e. Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individual
f. Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda.
4) Prinsip Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar.
5) Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.
6) Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran.

7) Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di kelas, maka perlu didukung dengan peragaanperagaan (media pengajaran) yang bisa mengkonkritkan yang abstrak.
8) Prinsip Kerjasama Dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
9) Prinsip Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesankesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
10) Prinsip Korelasi
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan.
11) Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya.
12) Prinsip Globalitas
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.

13) Prinsip Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.

D. Pinsip-Pinsip Pembelajaran
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa secara mandiri, tampaknya sudah saatnya disusun sejelas mungkin, terutama dalam hal pengertian yang mutakhir tentang bagaimana anak-anak belajar dan berperilaku pada setiap tahapan perkembangan mereka. Penekanan utama tentang masalah bagaimana siswa belajar terangkum dalam lima prinsip berikut.[3]
1) Prinsip pertama, pembelajaran tidak dipisah di dalam setiap mata pelajaran (subjek) dan konsep-konsep diambil dengan cara memadukan mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Hal itu berlaku juga dalam cara-cara belajar, berpikir, dan berpengetahuan.. Ketika mereka terus belajar, mereka melakukan hubungan-hubungan yang lebih kuat untuk kemudian terus-menerus membentuk kerangka-kerangka yang lebih luas, kompleks, dan generatif. Dengan demikian, dalam proses belajarnya, para siswa menunjukkan keunikan masing-masing. Hal itu mempengaruhi bagaimana mereka menginterpretasikan pengalaman masing-masing; dan itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan sistem belajar formal yang konvensional. Selanjutnya para siswa dimotivasi agar mampu membuat seluruh konsep implisit menjadi konsepsi eksplisit untuk mengenal kekuatan-kekuatan dan keterbatasan-keteibatasan konsepsi asal mereka sehingga mereka dapat membentuk atau menyesuaikannya sesuai degan keperluan mereka. Bagaimanapun, pengetahuan yang paling baik dan akan senantiasa diingat dalam jangka waktu yang lebih lama adalah pengetahuan yang dikontekstualisasikan. Secara bertahap, para siswa belajar menggeneralisasikan pengetahuan dari satu konteks dan me-nerapkannya pada konteks yang lainnya.
2) Prinsip kedua, pembelajaran mencakup proses-proses yang berjalan seperti spiral daripada secara linear. Hal itu sangat membutuhkan peng-ulangan (revisiting) konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan yang senantiasa diperluas sehingga semua kerangka pengetahuan dan keteram-pilan itu secara berkesinambungan dikenali dan diperluas untuk keperluan mengakomodasikan pengetahuan yang baru. Melalui sistem belajar cara spiral, setiap mata pelajaran tidak dapat dilihat sebagai rangkaian yang disusun dari potongan-potongan yang tersendiri dan terpisah dari penge­tahuan dan keterampilan yang harus dikuasai dalam susunan yang linear.


3) Prinsip ketiga, pembelajaran memerlukan siswa-siswa yang terampil dalam berkomunikasi melalui bahasa dan ragam bahasa dalam bentuk-bentuk representasi yang lain. Pembelajaran dalam semua mata pelajaran seluruh kurikulurn berada dalam kondisi yang saling berkaitan dengan bahasa. Bahasa digunakan untuk merepresentasikan pengalaman dan menciptakan hubungan yang mengarah pada pengertian baru dan bahkan ilmu pengetahuan baru. Dalam hal ini, komunikasi terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk percakapan, laporan, bagan, diagram, tulisan, ilustrasi, model, dan Iain-lain.
4) Prinsip keempat, pembelajaran mencakup kemajuan dari setiap siswa melalui tahap pertumbuhan. Perkembangan kognitif para siswa melaju melalui tahapan luas dari pengetahuan, pemikiran, dan pengertian. Pengertian antar budaya menyatakan bahwa tahap pertumbuhan terjadi secara umum hampir sama pada semua siswa dari semua latar belakang budaya. Kemajuan para siswa tidak dapat hanya diasumsikan; hal ini harus didasarkan pada perencanaan, pembinaan, bantuan, motivasi, dan penulisan.
5) Prinsip kelima, pembelajaran mencakup karakter atau kualitas yang berkembang atau sikap para siswa untuk berpikir dan bertindak melalui cara-cara yang positif, menentukan tujuan-tujuan pribadi, menghargai ke-kuatan ilmu pengetahuan, membuat keputusan, bekerja dengan pihak-pihak lain, dan secara bertahap bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.
6) Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Perencana dan/atau pengembang pembelajaran yang hendak memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode pembe­lajaran perlu memahami prinsip-prinsip pembelajaran yang mengacu pada teori belajar dan pembelajaran.
Dari konsep belajar dan pembelajaran dapat diidentifikasi prinsip-prinsip belajar dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut.[4]
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik-psikis (jasmani-mental) individu yang memungkinkan subjek dapat melakukan belajar. Peserta didik yang belum siap melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa tidak mau belajar. Kesiapan belajar ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, psikis, inteligensi, latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi, dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
Berdasarkan prinsip kesiapan belajar tersebut, dapat dikemuka-kan hal-hal yang terkait dengan pembelajaran, antara lain :
1) individu akan dapat belajar dengan baik apabila tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kesiapan (kematangan usia, kemampuan, minat, dan latar belakang pengalamannya);
2) kesiapan belajar harus dikaji lebih dulu untuk memperoleh gambaran kesiapan belajar siswanya dengan jalan mengetes kesiapan atau ke-mampuan;
3) jika individu kurang siap untuk melaksanakan suatu tugas belajar maka akan menghambat proses pengaitan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Karena itu, jika kesiapan sebagai prasyarat belajar maka prasyarat itu harus diberikan lebih dulu;
4) kesiapan belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan untuk menerima sesuatu yang baru dalam membentuk atau mengembangkan kemampuan yang lebih mantap;
5) bahan dan tugas-tugas belajar akan sangat baik kalau divariasi sesuai dengan faktor kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik yang akan belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Menurut (Worrel dan Stilwill, 1981) apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan :
1) bersungguh-sungguh, me-nunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar;
2) berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan ter­sebut; dan
3) terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terse-lesaikan
Berkenaan dengan prinsip motivasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran pendidikan agama:
a. Memberikan dorongan (drive)
Tingkah laku seseorang akan terdorong ke arah suatu tujuan tertentu apabila ada kebutuhan. Kebutuhan ini menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu menuju tercapainya suatu tujuan.
b. Memberikan insentif
Adanya karakteristik tujuan menyebabkan seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang menye­babkan seseorang bertingkah laku tersebut disebut insentif
Dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga diperlukan insentif untuk lebih meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Insentif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai kadar kemampuan yang dapat dicapai peserta didik.


c. Motivasi Berprestasi
Setiap orang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya kebutuhan untuk dapat berprestasi. McClelland (dalam Carleson, 1986) mengemukakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu :
1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil;
2) prestasi tertinggi tentang nilai tugas; dan
3) kebutuhan untuk keberhasilan atau kesuksesan.
Karena itu, guru perlu mengetahui sejauh mana kebutuhan berprestasi setiap peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menyelesaikan tugas atau masalah yang memberikan tantangan dan kepuasan secara lebih cepat. Peserta didik jenis ini memerlukan balikan setiap unjuk kerjanya dengan nilai atau pujian yang tepat. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi rendah, pada umumnya tidak realistik untuk mencapai tujuannya.
d. Motivasi Kompetensi
Setiap peserta. didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan berusaha menaklukkan lingkilngannya. Motivasi belajar tidak bisa dilepaskan dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan dan penguasaannya kepada yang lain. Karena itu, diperlukan:
1) keterampilan mengevaluasi diri;
2) nilai tugas bagi setiap peserta didik;
3) harapan untuk sukses;
4) patokan keberhasilan;
5) kontrol belajar; dan
6) pe-nguatan diri untuk mencapai tujuan. (Worell dan Stilwell, 1981)
e. Motivasi kebutuhan menurut Maslow
Menurut Maslow, manusia memiliki kebutuhan yang bersifat hierarkis, yaitu:
Teori tersebut menunjukkan bahwa:
1) individu bukan hanya didorong oleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan biologis, sosial, dan emosional, melainkan dapat diberikan dorongan untuk rnencapai sesuatu yang lebih dari apa yang dimiliki saat ini;
2) pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi keinginan untuk mencapai tujuan dapat mendorong terjadinya peningkatan usaha, dan pengalaman tentang kegagalan yang tidak merusak citra diri peserta didik dapat memperkuat kemampuan memelihara kesung-guhan dalam belajar;
3) dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi peserta didik, misalnya seorang peserta didik yang mengharapkan dari gurunya untuk bisa berubah lebih dari itu karena kebutuhan emosi untuk mencapai sesuatu;
4) motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian, seperti rasa rendah diri atau keyakinan diri sehingga peserta didik yang termasuk pandai belum tentu bisa menghadapi setiap masalah;
5) rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar, kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi belajar, semuanya ini bergantung pada berbagai faktor. Karena itu, tidak semua peserta didik dapat diberikan dorongan yang sama untuk melakukan suatu tugas; dan
6) setiap media pembelajaran memiliki pengaruh motivasi yang berbeda pada diri peserta didik sesuai dengan karakteristik individu.

3. Prinsip Perhatian
Perhatian merupakan suatu strategi kognitif yang mencakup empat keterampilan, yaitu :
1) berorientasi pada suatu masalah;
2) me-ninjau sepintas isi masalah;
3) memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan; dan
4) mengabaikan stimuli yang tidak relevan. (Worell dan Stilwill, 1981)
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya. Kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang disajikan atau dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk :
1) mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan;
2) melihat masalah-masalah yang akan diberikan;
3) memilih dan memberikan fokus pada ma­salah yang harus diselesaikan;
4) mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan.
Beberapa prinsip yang diajukan Chield (1977), yang perlu diperhatikan dalam mempengaruhi perhatian seseorang adalah :
1) memperhatikan faktor-faktor internal yang mempengaruhi belajar, yaitu minat, kelelahan, karakteristik peserta didik, motivasi; dan
2) memperhatikan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar, meliputi intensitas stimulus, kemenarikan stimulus yang baru, keragaman stimuli, penataan metode yang sesuai dan sebagainya.

4. Prinsip Persepsi
Pada umumnya, seseorang cenderung percaya pada sesuatu sesuai dengan bagaimana ia memahami sesuatu itu pada situasi tertentu. Persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya (Fleming dan Levie, 1981). Persepsi bersifat relatif, selektif, dan teratur. Karena itu, sejak dini kepada peserta didik perlu ditanamkan rasa memiliki persepsi yang baik dan akurat mengenai apa yang dipelajari.
Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai stimuli yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan, perlu ada latihan-latihan dalam bentuk dan kondisi situasi yang bermacam-macam agar peserta didik tetap dapat mengenai pola stimuli itu, meskipun disajikan dalam bentuk yang baru.
Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam menggunakan persepsi adalah :
1) makin baik persepsi mengenai sesuatu, makin mudah peserta didik belajar mengingat sesuatu tersebut;
2) dalam pembelajaran perlu dihindari persepsi yang salah karena hal ini akan memberikan pengertian yang salah pula pada peserta didik tentang apa yang dipelajari; dan
3) dalam penibelajaran perlu diupayakan berbagai sumber belajar yang dapat mendekati benda sesungguhnya sehingga peserta didik memperoleh persepsi yang lebih akurat. (Fleming dan Levie, 1981)

5. Prinsip Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu. Dengan retensi membuat apa yang dipelajari dapat bertahan atau tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali jika diperlukan. Karena itu, retensi sangat menentukan hasil yang diperoleh peserta didik dalam proses penibelajaran.
Dalam penibelajaran perlu diperhatikan prinsip-prinsip untuk meningkatkan retensi belajar seperti yang diungkapkan dari hasil temuan Thomburg (1984) yang menunjukkan bahwa:
1) isi pembelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan isi penibelajaran yang tidak bermakna;
2) benda yang jelas dan kongkret akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan benda yang bersifat abstrak;
3) retensi akan lebih baik untuk isi penibe­lajaran yang bersifat kontekstual atau serangkaian kata-kata yang mempunyai kekuatan asosiatif dibandingkan dengan kata-kata yang tidak memiliki kesamaan internal; dan
4) tidak ada perbedaan an-tara retensi dengan apa yang telah dipelajari peserta didik yang mempunyai berbagai tingkatan IQ.
Di samping yang diusulkan dari hasil temuan Thomburg tersebut, Chauham (1979) mengajukan cara-cara untuk mening­katkan retensi belajar, antara lain :
1) usahakan agar isi penibela­jaran yang dipelajari disusun dengan baik dan bermakna. Sebagai bukti, penibelajaran syair akan diingat sebanyak 58% setelah 30 hari, penibelajaran prosa akan diingat sebanyak 40%, dan pembela-jaran kata tanpa makna diingat sebanyak 28%;
2) penibelajaran dapat dibantu dengan jembatan keledai (macmonic), karena akan meningkatkan organisasi materi yang dipelajari seperti akronim NIMIM (Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad) untuk mengingat nabi mendapat gelar Ulul azmi;
3) berikan resitasi karena hal ini akan meningkatkan aktivitas peserta didik;
4) susun dan sajikan konsep yang jelas, misalnya dengan bantuan media audio visual; dan
5) berikan latihan pengulangan terutama untuk pembelajaran keterampilan motorik.
6. Prinsip Transfer
Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian, transfer berarti pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari dengan pengetahuan yang baru dipe­lajari. Pengetahuan atau keterampilan yang diajarkan di sekolah selalu diasumsikan atau diharapkan dapat dipakai untuk meme-cahkan masalah yang dialami dalam kehidupan atau dalam pe-kerjaan yang akan dihadapi kelak. Transfer belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keteram­pilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari suatu situasi ke dalam situasi yang lain.
Ada beberapa bentuk transfer, yaitu
1) transfer positif, terjadi apabila pengalaman sebelumnya dapat membantu atau mempermudah pembentukan unjuk kerja peserta didik dalam tugas-tugas selanjutnya;
2) transfer negatif, terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat atau mempersulit unjuk kerja dalam tugas-tugas baru; dan
3) transfer nol, terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya tidak mempengaruhi unjuk kerja dalam tugas-tugas barunya.

7) Prinsip Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan/ pembelajaran pada pendidikan anak usia dini.[5]
Prinsip-Prinsip tersebut meliputi :
1. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.
2. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangannya. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak.
3. Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain.
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran pada anak usia dini. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Ketika bermain anak membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya.
4. Stimulasi Terpadu
Perkembangan anak bersifat sistematis, progresif dan berkesinambung-an antara aspek kesehatan, gizi dan pendidikan. Hal ini berarti kemajuan perkembangan satu aspek akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Karakteristik anak memandang segala sesuatu sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian demi bagian. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan, dengan memperhatikan kematangan dan konteks sosial, dan budaya setempat.
5. Lingkungan Kondusif.
Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta demokratis sehingga anak merasa aman, nyaman dan menyenangkan dalam lingkungan bermain baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang belajar harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya.
Lingkungan bermain hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya, yaitu tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan tempat bermain ataupun di lingkungan sekitar. Pendidik harus peka terhadap karakteristik budaya masing-masing anak.
6. Menggunakan Pendekatan Tematik.
Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik. Tema sebagai wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya. Tema dipilih dan dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, serta menarik minat.
7. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.
8. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar.
Setiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.
9. Mengembangkan Kecakapan Hidup.
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
10. Pemanfaatan Teknologi Informasi.
Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk mendorong anak menyenangi belajar.

[1] . Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia
[2]. Riwayat Attubani, teori-belajar-program-dan-prinsip-pembelajaran

[3] Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam
[4] Muhaimin, Paradikma Pendidikan Islam
[5] Purwanto, prinsip-pembelajaran-pada-pendidikan.

Senin, 05 April 2010

TAHAPAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

PENDAHULUAN
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan orang dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Pada masa Konsepsi, manusia berasal dari satu sel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa melainkan membutuhkan alat bantu seperti microskop. Selanjutnya secara perlahan-lahan manusia berkembang dari bayi, menuju anak-anak, menjadi remaja, yang pada akhirnya sampai ke masa orang dewasa yang matang. Perkembangan itu meliputi tiga aspek, yaitu fisik, mental-psikologis dan social.[1]
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Sedangkan Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.[2]
Pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi secara berkesinambungan, dan ditandai dengan perubahan-perubahan baik secara fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah), serta keduanya saling pengaruh-mempengaruhi dalam mencapai kematangan atau kedewasaanya. Dalam makalah ini hanya akan dibahas pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yakni sejak lahir sampai anak berumur 6 tahun.
.
PEMBAHASAN
1. Pengertiana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahapan dimaknai sebagai tingkatan atau jenjang, Pertumbuhan (tumbuh) dimaknai sedang berkembang menjadi besar, sempurna, dan Perkembangan (berkembang) dimaknai sebagai perihal berkembang, menjadi bertambah sempurna tentang pribadi, pikiran dan pengetahuan.[3]
Jadi makna Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak merupakan tingkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis pada anak, pertumbuhan mengarah pada perubahan fisik, dan perkembangan mengarah pada perubahan tentang kepribadian, pikiran dan pengetahuan anak.

2. Ciri-ciri Tumbuh Kembang Anak.
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.
d. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.
e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:
1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh.
2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus.
f. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.[4]

3. Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Tahapan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan anak mengarah pada pertumbuhan fisik (biologis). Proses biologis menghasilkan perubahan pada tubuh anak. Gen yang diwarisi dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan berat badan, ketrampilan motorik dan perubahan hormone pada masa puber mencerminkan peran proses biologis dalam perkembangan.[5]
Seiring dengan perkembangan anak yang semakin maju, maka proses merayap dan akhirnya berjalan atau berlari akan menjadi suatu pola bagi perkembangan fisik anak.[6]
Perkembangan Fisik Sesuai dengan tingkat usia anak ditandai dengan ha-hal sebagai berikut:
a. Usia Kelahiran sampai Usia 3 Tahun
Pada rentang usia anak mencapai tiga tahun, maka akan ditandai dengan perkembangan fisik sebagai berikut:
1. Ketrampilan fisik berkembang dengan cepat
2. Duduk, merayap dan merangkak
3. Mulai untuk berjalan dan berlari
4. Ketrampilan motorik berkembang dengan baik yakni dapat mengambil obyej yang kecil dari dalam tumpukan.
5. Mengatur sendok atau garpu untuk member makan
6. Mulai dapat menggenggam dan melepaskan suatu obyek.
b. Usia Tiga Tahun sampai Usia empat tahun
Pada rentang usia anak mencapai tiga sampai empat tahun, maka akan ditandai dengan perkembangan fisik sebagai berikut:
1. Peningkatan ketrampilan fisik
2. Mengendarai suatu sepeda dengan roda tiga
3. Mondar-mandir naik turun tangga dengan kaki yang berganti-gantian
4. Berlari
5. Melompat dengan kedua kaki
6. Berjalan pada balok keseimbangan
7. Memanjat pada peralatan bermain
8. Dapat melepaskan pakaian dan juga berpakaian sendiri
9. Menangkap bola dengan menggunakan tangan
10. Berjalan mundur dan pada bagian atas ujung kaki
11. Memegang krayon dengan jari
c. Usia Lima sampai Enam Tahun
Pada rentang usia anak mencapai lima sampai enam tahun, maka akan ditandai dengan perkembangan fisik sebagai berikut:
1. Melompat dengan kaki yang saling bergantian
2. Mengendarai sepeda roda dua
3. Bermain skate
4. Melakukan lemparan dengan wajar dan teliti
5. Menangkap bola dengan menggunakan tangan
6. Melakukan putaran atau berjungkir balik
7. Mengambil bagian didalam permainan yang menuntut ketrampilan fisik
8. Adanya peningkatan perkembangan otot yang kecil, koordinasi antara mata dan tangan yang berkembang dengan baik.
9. Peningkatan dalam penguasaan motorik halus, dapat menggunakan palu, pensil, gunting, dan lain-lain
10. Dapat menjimplak gambar geometris
11. Memotong pada garis
12. Mencetak beberapa surat
13. Dapat bermain pasta dan lem
14. Mulai kehilangan gigi (ganti gigi)
15. Pekerjaan ketrampilan tangan yang semakin baik.[7]

b. Tahapan Perkembangan Anak
Perkembangan anak usia dini terutama mengenai perkembangan kejiwaan meliputi perkembangan emosi, kognitif dan social. Pada aspek emosi meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara. Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya.[8]
Ciri-ciri perkembangan kejiwaan pada anak terdiri dari beberapa aspek antara lain :
a. Perkembangan Emosional
1. Pada rentang usia kelahiran sampai anak berumur tiga tahun ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Tidak dapat memaklumi frustasi
- Mudah menangis atau berteriak
- Sering tidak mampu mengendalikan dorongan atau gerakan hati
- Mulai untuk menyatakan kasih saying
- Membutuhkan suatu rutinitas dan rasa aman
- Mulai untuk merasakan emosi dari anak yang lain
- Mulai dapat menyatakan diri sendiri, kadang-kadang dengan tegas.
2. Pada rentang usia tiga tahun sampai dengan usia empat tahun ditandai dengan ciri-ciri antara lain:
- Dapat memaklumi beberapa frustasi
- Mulai mengembangkan pengendalian diri
- Menghargai kejutan dan peristiwa tertentu
- Mulai menunjukkan selera humor
- Mulai mengungkapkan tentang kasih sayang secara terang-terangan
- Takut akan gelap, merasa diabaikan, atau pada situasi yang belum dikenal
3. Pada rentang usia lima tahun sampai dengan usia enam tahun ditandai dengan ciri-ciri antara lain:
- Dapat menyatakan perasaan
- Dapat mengendalikan agresi dengan lebih baik
- Menyatakan perhatian yang lebih sedikit ketika terpisah dari
- Menyatakan selera humor di dalam lelucon, kata-kata omong kosong
- Belajar mengenai hal-hal yang benar dari hal-hal yang salah
- Mulai dapat Menyatakan.
b. Perkembangan Sosial
1. Pada rentang usia kelahiran sampai anak berumur tiga tahun ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Bereaksi terhadap orang lain
- Menikmati pada saat bergaul dengan anak-anak lain
- Dapat memelihara keterlibatan dengan anak yang lain untuk suatu periode yang sangat pendek
- Mampu berbagi tanpa perlu membujuk
- Menunjukkan kemampuan yang sangat kecil untuk menunda kepuasan
- Dapat meniru tindakan dari orang lain
- Mulai untuk melibatkan diri pada permainan yang pararel.
2. Pada rentang usia tiga tahun sampai anak berumur empat tahun ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Menjadi lebih sadar akan diri sendiri
- Mengembangkan perasaan rendah hati
- Menjadi sadar akan rasial dan perbedaan seksual
- Dapat mengambil arah, mengikuti beberapa aturan
- Memiliki perasaan yang kuat kea rah rumah dan keluarga
- Menunjukkan suatu pertumbuhan dalam hal perasaan atau pengertian dari kepercayaan pada diri sendiri
- Bermain pararel, mulai bermain permainan yang memerlukan kerja sama
- Memiliki teman bermain khayalan
3. Pada rentang usia lima tahun sampai anak berumur enam tahun ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Menyatakan gagasan yang kaku tentang peran jenis kelamin
- Memiliki teman baik, meskipun untuk jangka waktu yang pendek
- Sering bertengkar, tetapi dalam waktu yang singkat
- Dapat berbagi dan mengambil giliran
- Ikut ambil bagian dalam setiap kegiatan pengalaman di sekolah
- Mempertimbangkan setiap guru merupakan hal yang sangat penting
- Ingin menjadi yang nomor satu
- Menjadi lebih posesif terhadap barang-barang kepunyaannya.
c. Perkembangan Kognitif
Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur-angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu :
1). Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
2). Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
3). Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada.[9]
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata. Ciri-ciri perkembangan kognitif anak diuraikan melalui rentang usia yakni: dari usia kelahiran sampai umur tiga tahun, umur tiga sampai empat tahun dan umur lima sampai enam tahun. Penjelasanya antara lain:
1. Pada rentang usia kelahiran sampai anak berumur tiga tahun ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Melakukan penyelidikan secara sensormotor terhadap dominasi lingkungan
- Perkembangan berjalan cepat
- Mengembangkan suatu perasaan atau pengertian terhadap suatu obyek yang tetap
- Mengembangkan aspek bahasa
- Mulai dapat menggunakan beberapa ngka, jumlah dan warna, tetapi tidak memahaminya.
2. Pada rentang usia tiga tahun sampai anak berumur empat tahun ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Dapat mengikuti dua perintah
- Dapat membuat penilaian menghitung banyaknya kesalahan yang telah mereka buat
- Mengembangkan kosa kata dengan cepat
- Menggunakan angka-angka tanpa pemahaman
- Adanya kesukaran dalam membedakan antara khayalan dan kenyataan
- Mulai melakukan penggolongan, terutama berdasarkan fungsi dari suatu benda
- Mulai menggunakan beberapa kata-kata abstrak yang fungsional
- Mulai menanyakan pertanyaan “mengapa” secara sering
- Berfikir secara egosentris.
3. Pada rentang usia lima sampai anak berumur enam tahun ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut:
- Menunjukkan perhatian pada masa pertumbuhan
- Dapat mengurutkan obyek dalam urutan yang tepat
- Dapat menggolongkan obyek
- Melakukan berbagai hal dengan sengaja, lebih sedikit menuruti kata hati
- Seringkali kesulitan dalam membedakan antara khayalan dan kenyataan
- Mulai menggunakan bahasa dengan agresif, terutama dalam hal penggolongan
- Mulai menyadari tentang kesadaran mengenai gambaran dan kata-kata yang dapat menghadirkan benda nyata.
- Menjadi tertarik dalam jumlah dan menulis huruf
- Mengetahui warna
- Tidak dengan secara spontan menggunakan latihan di dalam tugas memori
- Dapat melakukan sampai dengan tiga perintah sekaligus
- Beberapa anak-anak mulai menggunakan angka, jumlah dan panjang.
Disamping perkembangan fisik dan kejiwaan yang meliputi perkembangan emosi, sosial dan kognitif, anak juga mengalami proses perkembangan-perkembangan yang lain antara lain: perkembangan memori, Perkembangan pemikiran kritis, perkembangan kreativitas, perkembangan bahasa, perkembangan pemahaman diri, perkembangan hubungan dengan keluarga, dan perkembangan hubungan dengan teman sebaya.[10]
a. Perkembangan Memori
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya keterbatasan-keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori (memory strategy), yaitu merupakan perilaku disengaja yang digunakan untuk meningkatkan memori
b. Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir secara reflektif dan evaluatif.
c. Perkembangan Kreativitas
Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
d. Perkembangan Bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan secara bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
e. Perkembangan Pemahaman Diri
Pada tahap ini, pemahaman diri atau konsep diri anak mengalami perubahan yang sangat pesat. Ia lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal daripada melalui karakteristik eksternal.
f. Perkembangan Hubungan dengan Keluarga
Dalam hal ini, orang tua merasakan pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan dengan periode sebelumnya, karena rata-rata anak menghabiskan waktunya di sekolah. Interaksi guru dan teman sebaya di sekolah memberikan suatu peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan ketrampilan sosial.
g. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu. Umumnya mereka meluangkan waktu lebih dari 40% untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan terkadang terdapat duatu grup/kelompok. Anak idak lagi puas bermain sendirian dirumah. Hal ini karena anak mempunyai kenginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok.

KESIMPULAN
Masa balita sering disebut sebagai masa emas (golden age). Pada masa ini, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa, baik dari segi fisik motorik, emosi, kognitif maupun psikososial. Perkembangan anak berlangsung dalam proses yang holistic atau menyeluruh. Dari segi perkembangan baik fisik, emosi, psikososial dan kognitif anak akan memperlihatkan ciri-cirinya.
Disamping perkembangan fisik dan kejiwaan yang meliputi perkembangan emosi, sosial dan kognitif, anak juga mengalami proses perkembangan-perkembangan yang lain antara lain: perkembangan memori, Perkembangan pemikiran kritis, perkembangan kreativitas, perkembangan bahasa, perkembangan pemahaman diri, perkembangan hubungan dengan keluarga, dan perkembangan hubungan dengan teman sebaya.
[1] Wiwien Dinar Pratisti, Psikologi Anak Usia Dini, 2008), h. 1
[2] http://www.aqilaputri.rachdian.com/, Kusnandi Rusmil. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Diunduh 31 Maret 2010
[3] Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia
[4] http://www.aqilaputri.rachdian.com/, Kusnadi Rusmil. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Diunduh 31 Maret 2010
[5] John W. Santrock. Perkembangan Anak, 2007), h. 18
[6] Yuliani Nurani Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, 2009), h. 64
[7] Yuliani Nurani Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, 2009), h. 64
[8] http://www.anneahira.com/. Aspek-aspek Perkembangan Anak. Diunduh 7 Maret 2010
[9] http://www.g-excess.com.%20perkembangan-anak-perkembangan-fisik-motorik-kognitif-psikososial/. Diunduh 7 Maret 2010
[10] http://www.g-excess.com.%20perkembangan-anak-perkembangan-fisik-motorik-kognitif-psikososial/. Diunduh 7 Maret 2010

INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM

INTERNALISASI NILAI-NILAI ISLAM
DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


Pendahuluan

Kesadaran akan kebutuhan pendidikan kini cenderung meningkat. Pendidikan secara universal dapat dipahami sebagai upaya pengembangan potensi kemanusiaan secara utuh dan penanaman nilai-nilai sosial budaya yang diyakini oleh masyarakat akan dapat mempertahankan hidup dan kehidupan secara layak. Secara sederhana pendidikan dapat dipahami sebagai suatu proses yang diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam mengembangkan manusia.
Dewasa ini penyelenggaraan pendidikan anak usia dini mendapat perhatian khusus baik dari pemerintah maupun pemerhati pendidikan. Pendidikan anak usia dini sangat penting, mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar seseorang terbentuk pada rentang usia ini, sehingga usia dini sering disebut sebagai the golden age (usia emas).
Agar pendidikan anak usia dini memenuhi hak-hak anak, maka diperlukan sebuah kurikulum yang beragam yang dapat mengembangkan segala potensi anak. Potensi-potensi tersebut harus dikembangkan secara seimbang tidak saja pada kecerdasan intelektual (IQ) tetapi juga kecerdasan emosional (EQ) serta kecerdasan spiritual (SQ).
Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional semata tidak akan membawa anak kelak dikemudian hari berhasil dalam kehidupanya, namun harus dibarengi dengan pemahaman agama Islam (Kecerdasan Spiritual SQ) yang memadai yang akan membawa anak seimbang dan berhasil dalam kehidupanya kelak.
Pembahasan
1. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Internalisasi dimaknai dengan penghayatan; penguasaan secara mendalam lewat penyuluhan , penataran dsb. Sedangkan Nilai-Nilai Keagamaan dijelaskan sebagai konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikat oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok di kehidupan keagamaan yang bersifat suci, sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan.
Jadi makna Internalisasi nilai-nilai Islam dalam pendidikan anak usia dini adalah proses penghayatan atau penguasaan secara mendalam tentang nilai-nilai Islam yang dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku keagamaan melalui pendidikan dan pengajaran.
2. Periode Emas (golden ege)
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak
3. Anak adalah Amanat Orang Tua
Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya, kewajiban orang tua memberikan pendidikan kepada anak merupakan urusan yang sangat berharga dan menempati prioritas tertinggi. Kalbu seorang anak yang masih bersih bak permata yang tak ternilai harganya, bila ia dididik dan dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik, sebaliknya bila ia dididik dan dibiasakan dengan perbuatan jelek, maka ia akan menjadi orang yang merugi dan celaka dunia akhirat.
Menurut pandangan Islam mengenai hak anak dalam mendapatkan pendidikan sebetulnya terkait erat dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Orang tua berkewajiban memberikan perhatian kepada anak dan dituntut untuk tidak lalai dalam mendidiknya. Jika anak merupakan amanah dari Allah SWT, maka otomatis mendidiknya termasuk bagian dari menunaikan amanah-Nya. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk khianat terhadap amanah Allah SWT (QS. An-Nisa: 58).
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Sebagaimana mengenai pentingnya menunaikan "amanah" dipertegas juga dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Buhari: "Barangsiapa diberi amanah oleh Allah, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya ia dalam keadaan mengkhinati amanahnya, niscaya Allah mengharamkan surga baginya". Dari riwayat lain, Ibnul Qayyim berkata, "Barangsiapa yang melalaikan pendidikan anaknya serta meninggalkannya secara sia-sia, berarti ia telah berbuat yang terburuk".

4. Pendidikan Anak Usia Dini berbaisis Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, dan (3) menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.
Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat dan atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik, manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.
Dr.Art-Ong Jumsai Na-Ayudha dalam seminar Internasional mengemukakan 9 model pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu.[1] Dr.Art-Ong Jumsai Na-Ayudha menuliskan sebuah konsep tentang tujuan model pembelajaran yang menerapkan nilai dengan menggunakan suku kata EDUCATION yang maknanya adalah sebagai berikut:
1. E (Enlightenment) atau pencerahan. Ini adalah proses pencapaian pemahaman dari dalam diri atau bathin melalui peningkatan kesadaran menuju pikiran super sadar yang akan memunculkan intuisi, kebijaksanaan, dan pemahaman.
2. D (Duty and Devotion) atau tugas dan pengabdian. Pendidikan harus membuat siswa menyadari tugasnya dalam hidup. Selain memiliki tugas atau kewajiban yang terhadap orang tua dan keluarga, siswa juga memiliki kewajiban yang berlandaskan belas kasih untuk melayani dan menolong semua orang di masyarakat dan di dunia.
3. U (Understanding) atau pemahaman. Ini bukan hanya mengenai pemahaman terhadap mata pelajaran yang diberikan dalam kurikulum tetapi juga penting untuk memahami diri sendiri.
4. C (Character) atau karakter. Guru mesti membentuk karekter yang baik pada diri siswa. Seorang yang berkarakter adalah seorang yang memiliki kekuatan moral dan lima nilai kemanusiaan yaitu Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, Kasih sayang dan tanpa Kekerasan. Nilai-nilai kemanusiaan tersebut harus terpadu dalam pembelajatran di kelas.
5. A (Action) atau tindakan. Para siswa kini belajar dengan giat dan menuangkan pengetahuan yang dipelajarinya dalam ruang ujian dan keluar dengan kepala kosong. Pengetahuan yang mereka peroleh tidak diterapkan dalam tindakan. Pendidikan seperti itu tak berguna. Apapun yang dipelajari siswa mesti diterapkan dalam praktek.
Model pembelajaran yang baik mesti membuat hubungan anatara yang dipelajari dan situasi nyata dalam hidup. Hal ini akan memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuan ke dalam hidup mereka sendiri.
6. T (Thanking) atau berterima kasih. Siswa mesti belajar berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu mereka. Di atas segalanya adalah orang tua yang telah melahirkan dan mengasuh mereka. Siswaharus mengasihi dan menghormati orang tua mereka. Selanjutnya siswa harus berterima kasih kepada guru-guru, karena siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan melalui guru-guru. Maka siswa mesti mengasihi dan menghormati guru. Demikian pula, siswa telah mendapatkan banyak hal dari masyarakat, dari bangsa, dari dunia, dan alam. Siswa mesti selalu berterima kasih kepada semua hal.
7. I (Integrity) atau Integritas. Integritas adalah sifat jujur dan karakter menjunjung kejujuran. Siswa mesti tumbuh menjadi sesorang yang memiliki integritas, yang bisa dipercaya unutk menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing.
8. O (Oneness) atau kesatuan. Pendidikan mesti membantu siswa melihat kesatuan dalam kemajemukan. Apakah kita memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda, warna kulit dan ras yang berbeda. Kita mesti belajar hidup damai dan harmonis dengan alam.
9. N (Nobility) atau kemuliaan. Kemuliaan adalah sifat yang muncul karena memiliki karakter yang tinggi atau mulia. Kemuliaan tidak timbul dari lahir tetapi muncul dari sebuah proses penjang yaitu pendidikan. Jadi, kemuliaan merupakan akumulasi yang terdiri dari semua nilai-nilai yang tersebut diatas.

H. Mas‘oed Abidin dalam tulisannya “ Mengembangkan Moral dan Nilai-Nilai Agama Islam pada Pendidikan Anak Usia Dini”[2] menjelaskan upaya yang mesti dilakukan untuk pembelajaran anak usia dini antara lain adalah:
1. Pendidikan dengan Nuansa Masjid/Surau
Masjid dan Surau adalah suatu institusi yang khas bagi umat masyarakat Islam, fungsinya bukan hanya sekedar sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai tempat melaksanakan pendidikan bagi anak-anak. Terdapat enam unsur yang perlu diperhatikan untuk membentuk anak menjadi mandiri dan berprestasi dalam pendidikan bernuansa surau antara lain:
1). Iman,
2). Ilmu,
3). Kerukunan, Ukhuwah dan Interaksi,
4). Akhlaq, Moralitas sebagai Kekuatan Ruhiyah,
5) . Sikap Gotong-royang (Ta‘awun), dan
6) Menjaga lingkungan sebagai Sosial Capital, menerapkan Teknologi
2. Mengajak, Mendidik dan Mengamalkan Islam
Peran guru dalam mendidik anak usia dini adalah ibarat memberikan tetesan air di padang gersang, yang akan memberikan harapan kesejukan. Tugas guru semestinya dilaksanakan dengan penuh keikhlasan sebagai suatu pengabdian mulia yang hanya mengharapkan keridhoan Allah semata.
Keikhlasan yang diberikan guru akan membentuk umat jadi pintar, beriman, berahklaq, berilmu, beramal baik, membina diri, kemaslahatan umat dan keluarga, menjadi panutan, ibadahnya teratur, shaleh pribadi dan sosial, beraqidah tauhid yang shahih dan istiqomah.
3. Meneladani Pribadi Nabi Muhammad SAW
Para Guru hendaknya dalam keseharian dalam pembelajaran selalu meneladani kehidupan Nabi yakni: Akhlaq Islami, Aqidah Tauhid yang shahih, kesalehan dan keyakinan kepada hari akhirat. Dalam Surat Al Ahzab ayat 21 dijelaskan :
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Tidak diragukan lagi bahwa guru mualim yang punya kepribadian baik serta uswah hidup yang terpuji akan mampu melukiskan kesan positif dalam diri anak. Alat teknologi modern tidak akan pernah mampu mengambil alih peranan guru dalam pematangan sikap pribadi anak. Sifat-sifat guru yang dituntut bagi anak usia dini adalah memiliki sifat jujur, menepati janji dan amanah, ikhlas dalam perkataan dan perbuatan, merendah diri (tawadhu‘), sabar, tabah, cekatan, lapang dada, pemaaf dan toleransi, menyayangi murid dan mengutamakan kepentingan orang banyak dengan sikap pemurah dan berani bertindak.
5. Jenis Permainan yang Islami
Sebagian besar ahli pendidikan telah bersepakat tentang pentingnya bermain, serta peranannya dalam menumbuhkan potensi anak baik jasmani, intelektual, tingkah laku maupun sosial. Dalam bidang pengembangan intelektual anak, hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak kecil yang memiliki kesempatan untuk bermain, pertumbuhan intelektualnya lebih cepat dan lebih berkembang daripada mereka yang tidak diberi kesempatan dan peluang[3]
Jenis permainan yang dipandang Islami yakni yang disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan memperhatikan hokum-hukum syara’, antara lai :
a. Meloncat-loncat atau menari, jenis permainan ini kususnya untuk anak laki-laki, Rasulullah saw melakukan bermain dan menari dengan tombak pada acara hari raya dan pada kesempatan-kesempatan tertentu. Rasulullah saw melakukan jenis permainan ini di masjid. Permainan ini mengandung unsur kejantanan dan kepahlawanan.
b. Berlari-lari, Rasulullah saw pernah melakukan bersama Siti Aisyah pada saat melakukan perjalanan. Telah disebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah membariskan putra-putra Abbas r.a., mendorong mereka untuk berlomba saling mendahului, lalu beliau meberikan hadiah. Permainan ini untuk membangkitkan semangat bersaing dengan sehat diantara anak-anak. Saling member hadiah mempunyai pengaruh yang baik terhadap anak.[4]
c. Piknik/Karya Wisata, permainan ini sangat baik bagi anak-anak dengan tujuan agar anak mengenal dunia sekelilingnya. Hal lain anak-anak akan merasa senang dan gembira dengan piknik, disisi lain akan meningkatkan kepekaan social, kebersamaan, kekompakan, peka terhadap lingkungannya.
d. Menulis, Berenang dan Memanah Rasulullah saw bersabda, “Hak anak dari seseorang ayahnya ialah hendaknya ayah mengajarkannya menulis, berenang dan memanah, dan member rizki yang halal.” (HR at-Tirmidzi). Menulis, berenag dan memanah merupakan tiga jenis permainan yang intinya mengembangkan keseimbangan perkembangan otak kiri dan otak kanan. Menulis, berenang dan memanah adalah suatu kegiatan motorik kasar dan berinteraksi langsung dengan kemampuan otak kiri dan otak kanan.
e. Bermain boneka, Siti Aisyah r.a pada masa kecilnya memiliki mainan yaitu boneka kuda-kudaan, dan Rasulullah tidak melarangnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Berdasarkan hadits memberikan mainan berupa boneka tidak dilarang, orang tua hendaknya memilihkan mainan boneka khususnya untuk anak-anak perempuan.
f. Bermain Ayun-ayunan, Permainan tersebut termasuk permainan yang diperbolahkan dan pernah ada pada masa Rasulullah saw. Dalam satu riwayat yang diterangkan oleh Imam Baihaqi dinyatakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah bermain ayun-ayunan sebelum Nabi saw. Tidur bersama dengannya. Jenis permainan ini khususnya untuk anak laki-laki.
g. Bermain Pasir, jenis permainan ini adalah jenis permainan yang sangat disukai anak-anak tanpa rasa bosan. Jenis permainan ini termasuk permainan yang diperbolehkan secara syariat. Ada satu riwayat bahwa Rasulullah saw. Melewati anak-anak yang sedang bermain-main dengan pasir, sebagian sahabat mencoba melarang mereka, lalu Rasulullah saw. Mengatakan: “Biarkan mereka, karena pasir adalah temannya anak-anak”.
h. Melukis/Mewarnai, termasuk juga yang diperbolehkan yang penting yang dilukis adalah mahluk tidak bernyawa.
Berdasarkan uraian diatas bahwa jenis permainan yang disyariatkan oleh Islam ternyata banyak pilihan dan banyak pula manfaatnya bagi perkembangan kecerdasan anak. Jenis-jenis permainan tersebut anak akan berkembang seluruh potensinya, disamping memenuhi kegemaran atau kegembiraannya sewaktu bermain. Dengan bermaian anak akan merasakan suasana bebas, lepas dari suatu tekanan-tekanan tertentu.
6. Pembinaan Kepribadian pada Anak
Kepribadian yang seimbang mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan individu anak. Kepribadian ini tidak akan sempurna kecuali jika diarahkan, dibina dan dibimbing dari segala aspeknya.[5] Aspek-aspek kepribadian yang dibina antar lain:
a. Pembinaan Aqidah
1. Mengajarkan anak dengan Kalimat Tauhid
2. Mencintai Allah, dan merasa diawasi oleh-Nya
3. Menanamkan kecintaan terhadap Nabi
4. Mengajarkan Al Qur’an
5. Menanamkan kerelaan berkorban.
b. Pembinaan Ibadah
1. Mengajarkan Shalat
2. Mendatangi Masjid/Surau
3. Membelajarkan Puasa
4. Membelajarkan Haji
5. Membelajarkan Zakat
c. Pembinaan Kemasyarakatan
1. Mengajak anak mendatangi majlis
2. Menyuruh anak melaksanakan tugas rumah
3. Membiasakan mengucapkan salam
4. Menjenguk anak yang sakit
5. Menghadiri acara perayaan atau hari besar agama
d. Pembinaan Moral
1. Mengajarkan Adab Sopan Santun
2. Mengajarkan Kejujuran
3. Mengajarkan Menjaga Rahasia
4. Mengajarkan Menjaga Amanah
5. Mengajarkan lapang dada, Tidak mendengki.
e. Pembinaan Perasaan
1. Ciuman kasih saying kepada anak-anak
2. Bermain dan bercanda
3. Hadian dan penghargaan
4. Membelai kepala anak
5. Menyambut akan dengan baik
6. Mencari tahu keadaan anak dan menanyakanya
f. Pembinaan Jasmani
1. Berenang
2. Berlari
3. Melompat
4. Perlombaan
g. Pembinaan Intelektual
1. Menanamkan kecintaan terhadap ilmu
2. Tugas hafalam terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
3. Mengajarkan Bahasa Asing
4. Membimbing anak sesuai dengan keahlianya
5. Pemanfaatan perpustakaan
h. Pembinaan Kesehatan
1. Berenang
2. Bermain
3. Memotong Kuku
4. Bersiwak
5. Membiasakan Berdo’a ketika makan dan minum
6. Tidur berbaring pada sisi kanan dan Tidur sesudah Isya’
7. Pengobatan alami/Herbal yang disunahkan Nabi saw.
7. Manfaat dan nilai-nilai permainan bagi Anak
Bermain bai akan adalah sesuatu yang sangat menyenangkan, dan anak tidak akan pernah bosan dengan permainannya. Bermain bagi anak memiliki manfaat dan nilai-nilai.[6] Manfaat dan nilai-nilai tersebut antara lain :
a. Nilai-nilai Jasmaniah (fisik)
Permainan yang efektif merupakan suatu yang mendesak bagi pertumbuhan otot-otot anak. Melalui permainan ini anak akan belajar bebrbagai ketrampilan.
b. Nilai Pendidikan
Melalui permainan anak akan belajar mengenal banyak hal tentang berbagai peralatan. Ia juga akan belajar mengenal berbagai bentuk dan warna serta mengenal ukuran. Melalui hal ini seringkali anak akan juga memperoleh berbagai informasi yang tidak bias ia dapatkan melalui sarana lain.
c. Nilai Kemasyarakatan (sosial)
Melalui permainan ini, anak akan belajar bagaimana membangun hubungan sosial kemasyarakatan dengan orang lain dan bagaimana berinteraksi dengan mereka secara baik. Ia juga bias belajar bekerjasama dan bergaul dengan orang dewasa dengan cara member dan menerima.
d. Nilai Akhlak (moral)
Melalui permainan ini anak bisa belajar dasar-dsar konsep salah dan benar, sebagaimana juga ia belajar mengenai sebagian dari timbangan-timbangan akhlak, seperti keadilan, kejujuran, amanah, menahan diri, serta spririt sportifitas.
e. Nilai Kreativitas (Inovasi)
Melalui permainan anak juga bisa mengekspresikan potensi-potensi kreativitasnya serta mengeksperimenkan gagasan-gagasan yang dimilikinya.
f. Nilai Personalitas
Melalui permainan, anak juga bias menyingkap banyak hal mengenai personalitas dan identitas jati dirinya, seperti mengetahui kemampuan dan kecakapannya dengan cara berinteraksi dengan teman-teman lain dan membandingkan mereka dengan dirinya. Disamping itu anak juga bisa belajar berbagai persoalannya dan bagaimana cara mengatasinya.
g. Nilai Kuratif
Melalui permainan, seorang anak bias melenyapkan ketegangan yang justru akan melahirkan berbagai keterbelakangan. Oleh karena itu kita temukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang penuh dengan belenggu, perintah dan larangan akan melakukan kegiatan permainan yang lebih banyak daripada anak-anak yang lainya. Permainan juga menjadi salah satu sarana terbaik untuk menghilangkan rasa permusuhan.

Penutup
Internalisasi nilai-nilai Islam dalam pendidikan anak usia dini menjadi sangat strategis karena merupakan proses penghayatan atau penguasaan secara mendalam tentang nilai-nilai Islam yang dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku keagamaan melalui pendidikan dan pengajaran.
Internalisasi atau penghayatan/penguasaan nilai nilai islam dapat dimulai dengan jenis-jenis permainan yang sudah disyariatkan oleh Nabi Muhammad saw. Yang penting orang tua mengawasi jenis-jenis permainan yang dilakukan anak, karena setiap jenis permainan akan memiliki dampak pada perkembangan kejiwaan anak dikemudian hari.
Untuk itu sebagai guru ataupun orang tua juga harus membekali pada pembinaan kepribadian anak tentang aqidah, ibadah, hubungan kemasyarakatan, moral, Perasaan (kepekaan rasa), Kesehatan Jasmani, Intelektual dan Kesehatan anak.
Sehingga anak dikemudian hari akan seimbang perkembangannya baik keceerasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) maupun Kecerdasan Spiritualnya (SQ). Pada giliranya anak akan siap mengadapi dunianya baik pada pengelolaan peluang-peluang maupun tantangan-tantangan dalam kehidupanya.
[1] http://sofyanpu.blogspot.com. Pembelajaran nilai etika untuk anak usia dini.
[2] http://www.pnfi.depdiknas.go.id.
[3] Adnan Hasan Shalih Baharits. Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak Laki-laki, 1990), h. 359
[4] Muhammad Suwaid. Mendidik Anak bersama Nabi, 2009), h. 261
[5] Muhammad Suwaid. Mendidik Anak bersama Nabi, 2009), h. 311
[6] Ibid, h. 311